Mengenal 6 Fase Pernikahan, Fase Nomor Nomor 3 yang Paling Berat!

6 fase pernikahan

Menjalani pernikahan itu seperti naik roller coaster. Ada masanya hati berbunga-bunga, tapi ada juga saat di mana rasa kecewa begitu kuat menghantam. Bagi pasangan suami istri, memahami fase-fase pernikahan itu penting banget agar tidak terjebak dalam ekspektasi berlebihan, dan tahu bahwa pernikahan memang punya dinamika yang alami. 

Rumah tangga bukan soal siapa yang lebih sempurna, tapi tentang dua orang yang belajar tumbuh bersama meski penuh perbedaan.

Banyak pasangan yang merasa hubungannya sedang "di ujung tanduk" padahal mereka sebenarnya hanya sedang berada di fase kekecewaan, yang memang wajar terjadi dalam perjalanan pernikahan. Kalau tahu fase-fase ini sejak awal, kita akan lebih siap menghadapi tantangan, dan nggak gampang menganggap pasangan sudah tak seperti dulu lagi. 

Intinya, memahami perjalanan rumah tangga itu kunci agar kita bisa menyikapi segala lika-liku dengan bijak.


Nah, kali ini saya mau ajak kamu kenalan dengan 6 fase pernikahan yang sering dialami pasangan.

Meski istilahnya bisa beda-beda, konsep ini banyak dibahas oleh pakar relationship, konselor pernikahan, sampai coach-coach yang sering ngebahas soal kehidupan rumah tangga. Tulisan ini bukan hanya artikel, tapi juga reminder serta catatan untuk diri sendiri.

1. The Dream Phase (Fase Mimpi)


Ini dia masa-masa paling manis, yang biasanya terjadi di awal pernikahan atau saat masih di fase bulan madu. Di fase ini, pasangan biasanya dipenuhi harapan indah tentang masa depan. Rasanya pasangan kita itu "the one and only", nggak ada cacatnya, semua terlihat sempurna. Segala kekurangan pasangan masih bisa kita tutupi dengan perasaan berbunga-bunga.

Tapi di balik indahnya fase mimpi ini, sering kali pasangan tidak menyadari bahwa mereka membawa ekspektasi masing-masing tentang bagaimana rumah tangga seharusnya berjalan. Ekspektasi yang tidak realistis ini nanti yang bisa bikin kaget saat masuk ke fase berikutnya.

2. The Discovery Phase (Fase Penemuan)


Nah, setelah euforia bulan madu reda, pasangan mulai masuk ke fase penemuan. Di sinilah mulai kelihatan “warna asli” dari masing-masing. Kebiasaan-kebiasaan kecil yang sebelumnya nggak terlalu diperhatikan mulai terasa. Misal, pasangan yang ternyata malas merapikan tempat tidur, atau kebiasaan scrolling HP sebelum tidur.

Tapi tenang, fase ini masih bisa dilewati dengan cukup damai kalau masing-masing punya niat belajar saling memahami. Ini waktunya membuka mata dan hati, bahwa pasangan kita bukan manusia sempurna, tapi manusia nyata dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

3. The Disappointment Phase (Fase Kekecewaan)


Fase ini cukup krusial dan bisa dibilang yang paling menantang. Fase kekecewaan terjadi saat harapan dan realita bertabrakan. Tiba-tiba pasangan yang dulu terlihat romantis, sekarang terasa cuek. Hal-hal kecil yang dulunya dianggap lucu, sekarang malah bikin jengkel.

Kalau nggak hati-hati, fase ini bisa jadi pemicu pertengkaran besar atau bahkan membuat hubungan renggang. Banyak pasangan yang memilih menyerah di fase ini karena merasa pernikahannya “sudah tidak seperti dulu lagi”. Padahal, fase ini normal dan justru jadi pintu masuk menuju hubungan yang lebih dewasa.

4. The Rebuilding Phase (Fase Membangun Kembali)


Kalau pasangan bisa melewati fase kekecewaan, mereka akan masuk ke fase rebuilding. Di sinilah cinta mulai berubah bentuk, dari yang awalnya dipenuhi ekspektasi, menjadi cinta yang lebih realistis dan penuh penerimaan.

Pasangan mulai belajar membangun ulang hubungan dengan pondasi komunikasi yang lebih sehat. Mereka tidak lagi sibuk mengubah pasangan agar sesuai keinginannya, tapi lebih fokus mencari cara agar perbedaan bisa disikapi dengan bijak. Ini adalah fase di mana pasangan benar-benar belajar menjadi “partner hidup”.

5. The True Love Phase (Fase Cinta Sejati)


Setelah melewati berbagai badai, pasangan akan mulai merasakan cinta yang lebih tulus dan mendalam. Ini adalah cinta yang lahir dari proses saling memahami dan menerima. Tidak lagi terburu-buru menuntut pasangan menjadi ideal, tapi lebih kepada merayakan kebersamaan meski penuh kekurangan.

Di fase ini, rumah tangga terasa lebih stabil, nyaman, dan aman. Cinta bukan lagi sekadar perasaan meluap-luap, tapi lebih kepada keputusan sadar untuk terus memilih pasangan setiap hari, apapun keadaannya.

6. The Legacy Phase (Fase Legacy/Warisan)


Fase terakhir ini adalah puncak dari perjalanan panjang pernikahan. Pasangan mulai memikirkan warisan nilai-nilai yang ingin mereka tinggalkan, baik kepada anak-anak, cucu, maupun masyarakat. Fokusnya bukan lagi tentang bagaimana membahagiakan diri sendiri, tapi bagaimana hubungan mereka bisa memberi dampak positif yang lebih luas.

Pasangan di fase ini sering kali menjadi panutan, bukan karena hubungan mereka tanpa masalah, tapi justru karena mereka berhasil tumbuh bersama melewati semua fase sebelumnya. Ini adalah fase di mana pasangan benar-benar menjadi sahabat sejati, yang saling mendukung hingga akhir hayat.

Siapa Pencetus Konsep 6 Fase Pernikahan?


Kalau kamu bertanya siapa yang menciptakan konsep 6 fase pernikahan ini, sebenarnya tidak ada satu orang yang benar-benar diklaim sebagai penemunya. Banyak pakar relationship dan konselor pernikahan yang membahas konsep serupa dengan istilah yang sedikit berbeda. Sebut saja Dr. Gary Chapman, Harville Hendrix, hingga Jimmy Evans, mereka semua pernah mengupas perjalanan emosi pasangan dari fase awal hingga fase legacy.

Yang jelas, konsep ini bukan teori semata, tapi berangkat dari pengalaman nyata banyak pasangan yang belajar bertahan dan tumbuh bersama dalam kehidupan rumah tangga.

Penutup: Semua Pernikahan Punya Fasenya


Jadi, kalau saat ini kamu merasa hubunganmu sedang di fase yang “berat”, jangan buru-buru menganggap rumah tanggamu gagal. Bisa jadi kamu hanya sedang melewati salah satu dari fase-fase pernikahan yang memang wajar terjadi. Yang terpenting adalah tetap berusaha memahami pasangan, terus belajar berkomunikasi, dan jangan berhenti membangun cinta yang lebih dewasa.

Karena pada akhirnya, pernikahan yang awet bukan pernikahan yang bebas dari masalah, tapi pernikahan yang mampu tumbuh bersama melalui setiap fase dengan hati yang terus belajar menerima. (*)

*) Photo by Ahmad Mufti on Unsplash

1 Komentar

  1. Makasih sharingnya, semoga kita bisa menjalankan biduk rumah tangga sampai fase ke-enam.

    BalasHapus

Anda bebas berkomentar selama tidak mengandung unsur SARA dan PORNOGRAFI. Selamat berbagi pendapat dan berdiskusi di kolom komentar ini.

Orang baik berkomentar dengan baik.
Jadilah komentator yang baik.