Rotasi dan kesuksesan sebuah tim sepakbola



Pada tahun 2016 ini terjadi banyak sekali kejutan, mulai dari kisah Cinderela Leicester city yang langsung menjuarai premier  league setelah promosi dari divisi 2 setahun sebelumnya, juga kehebatan RB Leipzig di Bundesliga dan Nice yang terus membayang-bayangi Bayern Munich di posisi pertama.

                Melihat dari komposisi pemain, semua tim tersebut diatas melakuan rotasi yang sangat minim. Nice hanya memainkan 20 pemain, RB Leipzig 21 pemain, juga Bayern Munich yang juga hanya memainkan 20 pemainnya. Usut punya usut, ternyata minimnya rotasi tersebut yang menjadi kunci kesuksesan klub-klub tersebut.

                Never change a winning team” itulah yang diungkapkan oleh Sir Alf Ramsey terkait rahasia kesuksesannya membawa timnas inggris menjadi juara piala dunia 1966. Ternyata ucapan itu benar-benar manjur, Claudio Ranieri pun akhirnya sukses mengantar Leicester City setelah konsisten menurunkan pemain yang itu-itu saja selama mereka tidak berhalangan cedera. Dahulu ia memang gemar melakukan rotasi pemain (oleh karena itu dia disebut Tinkerman) tapi ia pun akhirnya mengadopsi saran tersebut dan mendapat titel  juara premier league.

                                Sebuah penelitian pada akhir tahun 2009 yang dilakukan oleh Friederik Mengel dari University of Maastricht yang melakukan observasi terhadap piala dunia dan olimpiade menyatakan bahwa rotasi pemain berpengaruh terhadap mental pemain terutama chemistry yang terbangun, hasil penelitian tersebut akhirnya dibukukan dengan judul Never change a winning team : the effect of substitutions on success in football tournaments. Sayang hal ini hanya bagus untuk turnamen jangka pendek seperti piala dunia, tapi jika pemain dipaksa bermain 1 musim penuh maka akan berdampak kepada fisik serta kebugaran pemain, lebih lebih yang juga bertanding di kompetisi eropa. Dalam satu minggu mereka bisa bermain hingga dua kali, jika tidak dilakukan rotasi pemain akan cenderung rentan cedera karena kelelahan.

                Terlepas dari hal tersebut, bola itu bundar. Semua hal dapat terjadi dilapangan hijau nanti. Buktinya, Indonesia yang diprediksi tidak dapat berbuat banyak akhirnya lolos ke babak final walaupun harus puas sebagai runner-up setelah dikalahkan Thailand di Raja Mangala Stadium. Segalanya dapat terjadi di sepakbola, itulah yang membuat sepakbola menjadi olahraga yang sangat digemari dan digandrungi banyak orang.

                Tidak hanya soal rotasi, faktor-faktor lain juga berpengaruh terhadap kesuksesan klub sepakbola. Kompetisi sepakbola itu untuk semua klub tak peduli ia baru promosi, sekedar kuda hitam, atau sebagai juara bertahan. Semua klub punya kesempatan yang sama untuk meraih juara. Hanya bagaimana soal mereka mentikapi pertandngan dan bermain pantang menyerah demi sebuah kemenangan. Ingat bola itu bundar, semuanya dapat terjadi, AC Milan yang kalah 3-0 dibabak pertama saja bisa berbalik menang, apalagi keajaiban lain? Semuanya bisa terjadi.

Salam hangat Rahman Kamal
               

0 Komentar

Anda bebas berkomentar selama tidak mengandung unsur SARA dan PORNOGRAFI. Selamat berbagi pendapat dan berdiskusi di kolom komentar ini.

Orang baik berkomentar dengan baik.
Jadilah komentator yang baik.