Pagi itu
suasana belajar mengajar berjalan seperti biasa di SMA Putra Bangsa.
Membosankan. Para siswa tampak malas malas an mengikuti jalannya pelajaran.
Hanya sekali mengangguk dikala ditanya oleh guru. Aku pun merasakan hal yang
sama. Bosan.
Kring.
Bel istirahat berbunyi. Para siswa pun
menghambur keluar kelas tanpa menghiraukan guru yang belum menutup
penjelasannya, ada hal yang lebih penting yang harus dibicarakan hari itu.
“yan, gua
tunggu di kantin ya?” tanya alan padaku.
“ok, tunggu
ezt, aku mau ke bunga dulu!”
“sip,
cepetan!”
Tanpa
menunggu jawabanku, alan pun sudah ngacir pergi ke kantin berkumpul dengan para
siswa yang lain.
Aku pun pergi ke kelas sebelah menemui
bunga. Gebetanku. Menjelaskan rencanaku, bunga pun mengiyakan dan hanya
berpesan untuk jaga diri. Setelah menemui bunga aku pun bergegas berkumpul
dengan teman temanku di kantin.
“jhon, lu maju di garis depan, faris
dukung dari tengah, ilham pimpim temen temen dari samping. Kita cegat mereka di
perempatan senopati” roni menjelaskan. Dia lah pemimpin kami, siswa yang
disegani di sekolahku. Siapa yang macam macam, jangan harap pulang sekolah
dengan seragam rapi lagi, paling tidak lecet lecet habis dipukuli.
“Yan!” joni menyebut namaku
“apa?”
“lo, support
dari belakang, jaga jaga takut mereka curang”
“joko kamu
record dari atas jembatan okk, pokoknya kita pukul telak SMK Pelita hari ini”
roni masih melanjutkan instruksinya.
Setelah menyelesaikan instruksinya.
Roni pun membubarkan kami.kembali ke kelas masing masing menyiapkan diri untuk
kejadian yang tak akan pernah terlupakan sepulang sekolah nanti.
SMA Putra Bangsa dan SMK Pelita memang
sudah bermusuhan sejak dulu, entah siapa yang memulainya. Kita rutin terlibat
dalam tawuran baik besar maupun kecil. Entah apa penyebabnya, kadang hanya
karena saling ejek yang berakhir dengan baku hantam. Tapi dua bulan lalu entah
apa penyebabnya tawuran massal terjadi antara SMA Putra Bangsa dan SMK pelita.
Banyak siswa yang luka luka. Yang paling parah adalah temanku Alex, berniat
menyelamatkan Roni yang menjadi bulan bulanan anak Pelita Alex justru menjadi
tumbalnya. Tepat 2 bulan yang lalu di perempatan senopati menjadi saksi
meninggalna Alex. Teman seperjuangan kami.
Entah kenapa sejak pagi hari
perasaanku tidak enak, setelah mendapat pesan singkat dari Roni yang meminta
kami membawa senjata lengkap. “bawa senjata lengkap, kita balas kematian Alex
besok, di tempat yang sama. Hancurkan SMK Pelita”. Perasaanku sungguh memburuk.
Apa yang harus kulakukan. Tapi semuanya sirna oleh gengsi yang muncul. Olok
olok yang akan datang, makian-makian yang nantinya datang. Semua itu akhirnya
membulatkan tekadku untuk turut campur dalam serangan balasan itu.
Kring. Bel pulang sekolah pun
berbunyi. Seluruh siswa segera berkumpul di belakang sekolah. Merekonsolidasi
pasukan. Para siswa mengambil senjata mereka masing masing yang tadinya
dititipkan kepada penjaga kantin yang tentunya dibayar oleh para siswa agar
tidak diketahui guru.
Para siswa pun bersiap siap, ada yang
membawa parang modifikasi sepanjang 1 meter, clurit, pedang, pisqau lipat, dan
senjata lainnya. Aku memutuskan hanya membawa batu dan balok kayu. Setelah
semua siswa siap kami pun berangkat menuju perempatan senopati, bersiap untuk
perang.
Setelah 30 menit berlalu, salah satu
siswa yang ditugasi melihat kedatangan siswa SMK Pelita datang tergopoh gopoh.
“Ron, mereka datang, mereka bersenjata lengkap”
“sialan”
kutuk Roni
“nasi sudah
menjadi bubur, ayo kawan kawan serang mereka, demi Alex, demi sekolah kita,
hancurkan SMK Pelita” ucap Roni
“Serang”
teriak Roni
Setelah komando tersebut teman-temanku
langsung menghambur menyerang gerombolang siwa SMK Pelita yang datang. Tak bisa
dinanya, kericuhan pun terjadi. Para siswa pun saling pukul, darah segar mulai
bertumpahan.
Melihat teman temanku yang bertarung
di barisan depan, perasaan itu muncul. Perasaan menyesal, merasa bodoh, tapi
apa daya, diriku merasa lebih malu disebut banci, pengecut atau semacamnya.
Maka kuenyahkan perasaan itu.
Hujan mengguyur di tengah tengah pertempuran,
masyarakat tak menghiraukan tawuran yang terjadi, mereka menyingkir, menutup
pintu dan jendela, mencari tempat berlindung.
Ditengah guyuran hujan perang semakin
memansa, makin yang terluka. Para siswa SMK Pelita mulai kewalahan, yang masih
segar segera membopong teman mereka yang terluka parah. Teman temanku pun mulai
bersorak gembira. Mereka menjadi semakin ganas. Satu siswa SMK Pelita pun
terperangkap. Tanpa ampun temean temanku menghantamnya dengan senjata mereka
masing masing. Malanglah nasib anak itu.
Tak berapa lama berselang, suara
sirene menyeruak.
“polisi,
polisi, bubar” tanpa dikomando dua kali, seluruh siswa pun bubar, berlari ke
segala penjuru, hanya satu tujuan mereka. Selamat. Menyadari kegaduhan yang terjadi di garda
depan, aku pun segera vberlari menyelamatkan diri bersama temen teman ku di
barisan belakang.
Dibawah guyuran hujan ku berlari
sekuat tenaga. Entah kenapa perasaan itu muncul kembali, sial, kini kusadar
betapa bodohnya aku. Betapa tololnya aku. Aku sungguh menyesal atas pilihanku.
Akupun merutuk diriku sendiri. Tapi apa daya semuanya telah terjadi. Kuhanya
bisa berlari berharap selamat. Selamat.
Tapi apa daya, ternyata langit berkata
lain, dibawah guyurang hujan. Kulihat teman temanku mulai tertangkap satu
persatu. Tungkaiku pun terasa panas.entah kenapa rasa putus asa yang benar
benar putus asa menyelimuti hatiku.
Crit... berbarengan dengan suara
tersebut, diriku terhempas jauh. Tulang tulangku serasa remuk. Ku tak mampu
bergerak. Sekelebat bayangan mereka pun muncul, kedua orang tuaku, bunga, teman
temanku. Kenangan mereka muncul. Tapi semuanya sudah terlalu terlambat,
kutakmampu lagi menyesalinya. Hal terakhir yang kulihat adalah tubuhku yang
dipenuhi genangan darah, lalu semuanya pun menjadi gelap.
0 Komentar
Anda bebas berkomentar selama tidak mengandung unsur SARA dan PORNOGRAFI. Selamat berbagi pendapat dan berdiskusi di kolom komentar ini.
EmojiOrang baik berkomentar dengan baik.
Jadilah komentator yang baik.